



"Jalan ini masih panjang, berbukit dan berkelok, maka siapkanlah perbekalan...!"
Ada hal istimewa yang terjadi pada Selasa malam, 24 Maret 2009. Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, melakukan pertemuan khsusus dengan Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hilmi Aminuddin. Mereka bertemu di rumah pribadi Yudhoyono, Puri Cikeas, Cibubur, Jawa Barat. Diindikasikan pertemuan ini mengarah pada koalisi dua partai menuju Pilpres 2009. Wacana duet SBY-HNW pun mengemuka setelah adanya pertemuan ini. Sebelumnya memang PKS dan Partai Demokrat adalah mitra koalisi dalam pemerintahan SBY-JK. PKS merupakan salah satu partai yang "berkeringat" mengusung SBY-JK memenangi Pilpres 2009.
Sebelumnya, jajaran DPP PKS sudah melakukan penjajakan dan pertemuan dengan pimpinan teras PDIP, Golkar dan PPP. Namun, seperti yang dikatakan oleh Sekjen PKS, Ust. Anis Matta bahwa kader PKS enggan untuk berkoalisi dengan Golkar dan PDIP. Hal ini bisa dimaklumi, dikarenakan Track Record yang kelam dari kedua partai ini. Dimana ketika berkuasa begitu banyak KKN yang terjadi dan dipelopori oleh kebijakan kedua partai besar ini.
Balik ke masalah koalisi dengan Partai Demokrat, jika memang koalisi PKS-PD terjadi, yang harus diperhatikan oleh jajaran petinggi PKS adalah ketegasan dari awal dengan SBY dan Partai Demokrat terkait dengan pola koalisi yang dibuat. Harus ada ketegasan terkait dengan mitra koalisi yang dibentuk. Jangan sampai pengalaman 2004 terulang kembali, dimana partai yang tidak "berkeringat" bisa dengan leluasa ikut dalam pemerintahan dan mendapat porsi yang besar dalam kabinet. Contoh saja, PPP dan Golkar yang pada pilpres putaran II pada tahun 2009 mendukung Megawati Soekarnoputri, namun dengan leluasa mendapat porsi dalam kabinet. Setali tiga uang juga dengan PAN dan PKB. Ketika merumuskan koalisi, SBY haruslah menyingkirkan partai-partai yang berwatak oportunis dan pragmatis. Jika ingin pemerintahannya berjalan dengan baik dan kuat...
Melawan Incumbent
By: Reza Pahlevi, SKM
Oleh : Helvi Tyana Rosa Mas gagah berubah! Ya, beberapa bulan belakangan ini masku, sekaligus saudara kandungku satu-satunya itu benar-benar berubah! Mas Gagah Perwira Pratama, masih kuliah di Tehnik Sipil UI semester tujuh. Ia seorang kakak yang sangat baik, cerdas, periang dan tentu saja…ganteng !Mas Gagah juga sudah mampu membiayai sekolahnya sendiri dari hasil mengajar privat untuk anak-anak SMA. Sejak kecil aku sangat dekat dengannya. Tak ada rahasia di antara kami. Ia selalu mengajakku ke mana ia pergi. Ia yang menolong di saat aku butuh pertolongan. Ia menghibur dan membujuk di saat aku bersedih. Membawakan oleh-oleh sepulang sekolah dan mengajariku mengaji. Pendek kata, ia selalu melakukan hal-hal yang baik, menyenangkan dan berarti banyak bagiku. Saat memasuki usia dewasa, kami jadi semakin dekat. Kalau ada saja sedikit waktu kosong, maka kami akan menghabiskannya bersama. Jalan-jalan, nonton film atau konser musik atau sekedar bercanda dengan teman-teman. Mas Gagah yang humoris itu akan membuat lelucon-lelocon santai hingga aku dan teman-temanku tertawa terbahak. Dengan sedan putihnya ia berkeliling mengantar teman-temanku pulang usai kami latihan teater. Kadang kami mampir dan makan-makan dulu di restoran, atau bergembira ria di Dufan Ancol. Tak ada yang tak menyukai Mas Gagah. Jangankan keluarga atau tetangga, nenek-kakek, orang tua dan adik kakak teman-temanku menyukai sosoknya. "Kakak kamu itu keren, cute, macho dan humoris. Masih kosong nggak sih?" "Git, gara-gara kamu bawa Mas Gagah ke rumah, sekarang orang rumahku suka membanding-bandingkan teman cowokku sama Mas Gagah lho! Gila, berabe kan?!" "Gimana ya Git, agar Mas Gagah suka padaku?" Dan banyak lagi lontaran-lontaran senada yang mampir ke kupingku. Aku Cuma mesem-mesem bangga. Pernah kutanyakan pada Mas Gagah mengapa ia belum juga punya pacar. Apa jawabnya? "Mas belum minat tuh! Kan lagi konsentrasi kuliah. Lagian kalau Mas pacaran…, banyak anggaran. Banyak juga yang patah hati! He..he..he…"Kata Mas Gagah pura-pura serius. Mas Gagah dalam pandanganku adalah cowok ideal. Ia serba segalanya. Ia punya rancangan masa depan, tetapi tak takut menikmati hidup. Ia moderat tetapi tidak pernah meninggalkan shalat! Itulah Mas Gagah! Tetapi seperti yang telah kukatakan, entah mengapa beberapa bulan belakangan ini ia berubah! Drastis! Dan aku seolah tak mengenal dirinya lagi. Aku sedih. Aku kehilangan. Mas Gagah yang kubanggakan kini entah kemana… "Mas Gagah! Mas! Mas Gagaaaaaahhh!" teriakku kesal sambil mengetuk pintu kamar Mas Gagah keras-keras. Tak ada jawaban. Padahal kata Mama, Mas Gagah ada di kamarnya. Kulihat stiker metalik di depan pintu kamar Mas Gagah. Tulisan berbahasa Arab gundul. Tak bisa kubaca. Tetapi aku bisa membaca artinya: Jangan masuk sebelum memberi salam! "Assalaamu’alaikum!"seruku.Pintu kamar terbuka dan kulihat senyum lembut Mas Gagah. "Wa alaikummussalaam warohmatullahi wabarokatuh. Ada apa Gita? Kok teriak-teriak seperti itu?" tanyanya. "Matiin kasetnya!"kataku sewot. "Lho memangnya kenapa?" "Gita kesel bin sebel dengerin kasetnya Mas Gagah! Memangnya kita orang Arab…, masangnya kok lagu-lagu Arab gitu!" aku cemberut. "Ini Nasyid. Bukan sekedar nyanyian Arab tapi dzikir, Gita!" "Bodo!" "Lho, kamar ini kan daerah kekuasaannya Mas. Boleh Mas melakukan hal-hal yang Mas sukai dan Mas anggap baik di kamar sendiri," kata Mas Gagah sabar. "Kemarin waktu Mas pasang di ruang tamu, Gita ngambek.., Mama bingung. Jadinya ya dipasang di kamar." "Tapi kuping Gita terganggu Mas! Lagi asyik dengerin kaset Air Supply yang baru…,eh tiba-tiba terdengar suara aneh dari kamar Mas!" "Mas kan pasang kasetnya pelan-pelan…" "Pokoknya kedengaran!" "Ya, wis. Kalau begitu Mas ganti aja dengan nasyid yang bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Bagus lho!" "Ndak, pokoknya Gita nggak mau denger!" Aku ngeloyor pergi sambil membanting pintu kamar Mas Gagah. Heran. Aku benar-benar tak habis pikir mengapa selera musik Mas Gagah jadi begitu. Ke mana kaset-kaset Scorpion, Wham, Elton John, Queen, Eric Claptonnya?" "Wah, ini nggak seperti itu Gita! Dengerin Scorpion atau Eric Clapton belum tentu mendatangkan manfaat, apalagi pahala. Lainlah ya dengan nasyid senandung islami. Gita mau denger? Ambil aja di kamar. Mas punya banyak kok!" begitu kata Mas Gagah. Oala.Sebenarnya perubahan Mas Gagah nggak Cuma itu. Banyak. Terlalu banyak malah! Meski aku cuma adik kecilnya yang baru kelas dua SMA, aku cukup jeli mengamati perubahan-perubahan itu. Walau bingung untuk mencernanya. Di satu sisi kuakui Mas Gagah tambah alim. Shalat tepat waktu berjamaah di Mesjid, ngomongnya soal agama terus. Kalau aku iseng mengintip dari lubang kunci, ia pasti lagi ngaji atau membaca buku Islam. Dan kalau aku mampir ke kamarnya, ia dengan senang hati menguraikan isi buku yang dibacanya, atau malah menceramahiku. Ujung-ujungnya "Ayo dong Gita, lebih feminim. Kalau kamu mau pakai rok, Mas rela deh pecahin celengan buat beliin kamu rok atau baju panjang. Muslimah kan harus anggun. Coba adik manis, ngapain sih rambut ditrondolin begitu!" Uh. Padahal dulu Mas Gagah oke-oke saja melihat penampilanku yang tomboy. Dia tahu aku cuma punya dua rok! Ya rok seragam sekolah itu saja! Mas Gagah juga tidak pernah keberatan kalau aku meminjam baju kaos atau kemejanya. Ia sendiri dulu selalu memanggilku Gito, bukan Gita! Eh sekarang pakai panggil adik manis segala! Hal lain yang nyebelin, penampilan Mas Gagah jadi aneh. Sering juga Mama menegurnya. "Penampilanmu kok sekarang lain Gah?" "Lain gimana Ma?" "Ya nggak semodis dulu. Nggak dendy lagi. Biasanya kamu kan paling sibuk sama penampilan kamu yang kayak cover boy itu…" Mas Gagah cuma senyum. "Suka begini Ma. Bersih, rapi meski sederhana. Kelihatannya juga lebih santun." Ya, dalam pandanganku Mas Gagah kelihatan menjadi lebih kuno, dengan kemeja lengan panjang atau baju koko yang dipadu dengan celana panjang semi baggy-nya. "Jadi mirip Pak Gino." Komentarku menyamakannya dengan supir kami. "Untung aja masih lebih ganteng." Mas Gagah cuma tertawa. Mengacak-acak rambutku dan berlalu. Mas Gagah lebih pendiam? Itu juga kurasakan. Sekarang Mas Gagah nggak kocak seperti dulu. Kayaknya dia juga males banget ngobrol lama dan bercanda sama perempuan. Teman-temanku bertanya-tanya. Thera, peragawati sebelah rumah kebingungan. Dan..yang paling gawat, Mas Gagah emoh salaman sama perempuan! Kupikir apa sih maunya Mas Gagah?" "Sok kece banget sih Mas? Masak nggak mau jabatan tangan sama Tresye? Dia tuh cewek paling beken di sanggar Gita tahu?" tegurku suatu hari. "Jangan gitu dong. Sama aja nggak menghargai orang!" "Justru karena Mas menghargai dia, makanya Mas begitu," dalihnya, lagi-lagi dengan nada yang amat sabar. "Gita lihat kan gaya orang Sunda salaman? Santun tetapi nggak sentuhan. Itu yang lebih benar!" Huh, nggak mau salaman. Ngomong nunduk melulu…, sekarang bawa-bawa orang Sunda. Apa hubungannya?" Mas Gagah membuka sebuah buku dan menyorongkannya kepadaku."Baca!" Kubaca keras-keras. "Dari Aisyah ra. Demi Allah, demi Allah, demi Allah, Rasulullah Saw tidak pernah berjabatan tangan dengan wanita kecuali dengan mahromnya. Hadits Bukhori Muslim." Mas Gagah tersenyum. "Tapi Kyai Anwar mau salaman sama Mama. Haji Kari, Haji Toto, Ustadz Ali…," kataku. "Bukankah Rasulullah qudwatun hasanah? Teladan terbaik?" Kata Mas Gagah sambil mengusap kepalaku. "Coba untuk mengerti ya dik manis?" Dik manis? Coba untuk mengerti? Huh! Dan seperti biasa aku ngeloyor pergi dari kamar Mas Gagah dengan mangkel. Menurutku Mas Gagah terlalu fanatik. Aku jadi khawatir, apa dia lagi nuntut ilmu putih? Ah, aku juga takut kalau dia terbawa orang-orang sok agamis tapi ngawur. Namun akhirnya aku tidak berani menduga demikian. Mas Gagah orangnya cerdas sekali. Jenius malah. Umurnya baru dua puluh satu tahun tetapi sudah tingkat empat di FT-UI. Dan aku yakin mata batinnya jernih dan tajam. Hanya…yaaa akhir-akhir ini dia berubah. Itu saja. Kutarik napas dalam-dalam. "Mau kemana Gita?" "Nonton sama temen-temen." Kataku sambil mengenakan sepatu."Habis Mas Gagah kalau diajak nonton sekarang kebanyakan nolaknya." "Ikut Mas aja yuk!" "Ke mana? Ke tempat yang waktu itu lagi? Ogah. Gita kayak orang bego di sana!"Aku masih ingat jelas. Beberapa waktu lalu Mas Gagah mengajak aku ke rumah temannya. Ada pengajian. Terus pernah juga aku diajak menghadiri tablig akbar di suatu tempat. Bayangin, berapa kali aku diliatin sama cewek lain yang kebanyakan berjilbab itu. Pasalnya aku ke sana dengan memakai kemeja lengan pendek, jeans belel dan ransel kumalku. Belum lagi rambut trondol yang tidak bisa disembunyiin. Sebenarnya Mas Gagah menyuruhku memakai baju panjang dan kerudung yang biasa Mama pakai ngaji. Aku nolak sambil ngancam nggak mau ikut. "Assalamualaikum!" terdengar suara beberapa lelaki. Mas Gagah menjawab salam itu. Tak lama kulihat Mas Gagah dan teman-temannya di ruang tamu. Aku sudah hafal dengan teman-teman Mas Gagah. Masuk, lewat, nunduk-nunduk, nggak ngelirik aku…, persis kelakuannya Mas Gagah. "Lewat aja nih, Gita nggak dikenalin?"tanyaku iseng. Dulu nggak ada teman Mas Gagah yang tak akrab denganku. Tapi sekarang, Mas Gagah bahkan nggak memperkenalkan mereka padaku. Padahal teman-temannya lumayan handsome. Mas Gagah menempelkan telunjuknya di bibir. "Ssssttt." Seperti biasa aku bisa menebak kegiatan mereka. Pasti ngomongin soal-soal keislaman, diskusi, belajar baca Quran atau bahasa Arab… yaa begitu deh!"Subhanallah, berarti kakak kamu ihkwan dong!" Seru Tika setengah histeris mendengar ceritaku. Teman akrabku ini memang sudah hampir sebulan berjilbab rapi. Memusiumkan semua jeans dan baju-baju you can see-nya. "Ikhwan?’ ulangku. "Makanan apaan tuh? Saudaranya bakwan atau tekwan?" Suaraku yang keras membuat beberapa makhluk di kantin sekolah melirik kami. "Husy, untuk laki-laki ikhwan dan untuk perempuan akhwat. Artinya saudara. Biasa dipakai untuk menyapa saudara seiman kita." Ujar Tika sambil menghirup es kelapa mudanya. "Kamu tahu Hendra atau Isa kan? Aktivis Rohis kita itu contoh ikhwan paling nyata di sekolah ini." Aku manggut-manggut. Lagak Isa dan Hendra memang mirip Mas Gagah. "Udah deh Git. Nggak usah bingung. Banyak baca buku Islam. Ngaji. Insya Allah kamu akan tahu menyeluruh tentang agama kita ini. Orang-orang seperti Hendra, Isa atau Mas Gagah bukanlah orang-orang yang error. Mereka hanya berusaha mengamalkan Islam dengan baik dan benar. Kitanya aja yang belum ngerti dan sering salah paham." Aku diam. Kulihat kesungguhan di wajah bening Tika, sobat dekatku yang dulu tukang ngocol ini. Tiba-tiba di mataku ia menjelma begitu dewasa. "Eh kapan kamu main ke rumahku? Mama udah kangen tuh! Aku ingin kita tetap dekat Gita…mesti kita mempunyai pandangan yang berbeda, " ujar Tika tiba-tiba. "Tik, aku kehilangan kamu. Aku juga kehilangan Mas Gagah…" kataku jujur. "Selama ini aku pura-pura cuek tak peduli. Aku sedih…" Tika menepuk pundakku. Jilbab putihnya bergerak ditiup angin." Aku senang kamu mau membicarakan hal ini denganku. Nginap di rumah, yuk, biar kita bisa cerita banyak. Sekalian kukenalkan dengan Mbak Ana. "Mbak Ana?" "Sepupuku yang kuliah di Amerika! Lucu deh, pulang dari Amerika malah pakai jilbab. Ajaib. Itulah hidayah. "Hidayah." "Nginap ya. Kita ngobrol sampai malam dengan Mbak Ana!" "Assalaamualaikum, Mas ikhwan.. eh Mas Gagah!" tegurku ramah. ‘Eh adik Mas Gagah! Dari mana aja? Bubar sekolah bukannya langsung pulang!" Kata Mas Gagah pura-pura marah, usai menjawab salamku. "Dari rumah Tika, teman sekolah, "jawabku pendek. "Lagi ngapain, Mas?"tanyaku sambil mengitari kamarnya. Kuamati beberapa poster, kaligrafi, gambar-gambar pejuang Palestina, Kashmir dan Bosnia. Puisi-puisi sufistik yang tertempel rapi di dinding kamar. Lalu dua rak koleksi buku keislaman… "Cuma lagi baca!" "Buku apa?" "Tumben kamu pingin tahu?" "Tunjukkin dong, Mas…buku apa sih?"desakku. "Eiit…eiitt Mas Gagah berusaha menyembunyikan bukunya. Kugelitik kakinya. Dia tertawa dan menyerah. "Nih!"serunya memperlihatkan buku yang tengah dibacanya dengan wajah yang setengah memerah. "Naah yaaaa!"aku tertawa. Mas Gagah juga. Akhirnya kami bersama-sama membaca buku "Memilih Jodoh dan Tata Cara Meminang dalam Islam" itu. "Maaas…" "Apa Dik Manis?" "Gita akhwat bukan sih?" "Memangnya kenapa?" "Gita akhwat atau bukan? Ayo jawab…" tanyaku manja. Mas Gagah tertawa. Sore itu dengan sabar dan panjang lebar, ia berbicara padaku. Tentang Allah, Rasulullah. Tentang ajaran Islam yang diabaikan dan tak dipahami umatnya. Tentang kaum Muslimin di dunia yang selalu menjadi sasaran fitnah serta pembantaian dan tentang hal-hal-lainnya. Dan untuk pertamakalinya setelah sekian lama, aku kembali menemukan Mas Gagahku yang dulu. Mas Gagah dengan semangat terus bicara. Terkadang ia tersenyum, sesaat sambil menitikan air mata. Hal yang tak pernah kulihat sebelumnya. "Mas kok nangis?" "Mas sedih karena Allah, Rasul dan Islam kini sering dianggap remeh. Sedih karena umat banyak meninggalkan Quran dan sunnah, juga berpecah belah. Sedih karena saat Mas bersenang-senang dan bisa beribadah dengan tenang, saudara-saudara seiman di belahan bumi lainnya sedang digorok lehernya, mengais-ngais makanan di jalan dan tidur beratap langit." Sesaat kami terdiam. Ah Mas Gagah yang gagah dan tegar ini ternyata sangat perasa. Sangat peduli… "Kok tumben Gita mau dengerin Mas ngomong?" Tanya Mas Gagah tiba-tiba. "Gita capek marahan sama Mas Gagah!" ujarku sekenanya. "Memangnya Gita ngerti yang Mas katakan?" "Tenang aja. Gita ngerti kok!" kataku jujur. Ya, Mbak Ana juga pernah menerangkan demikian. Aku ngerti deh meskipun tidak begitu mendalam. Malam itu aku tidur ditemani buku-buku milik Mas Gagah. Kayaknya aku dapat hidayah. Hari-hari berlalu. Aku dan Mas Gagah mulai dekat lagi seperti dulu. Meski aktifitas yang kami lakukan bersama kini berbeda dengan yang dulu. Kini tiap Minggu kami ke Sunda Kelapa atau Wali Songo, mendengarkan ceramah umum, atau ke tempat-tempat di mana tablig akbar digelar. Kadang cuma aku dan Mas Gagah. Kadang-kadang, bila sedikit terpaksa, Mama dan Papa juga ikut. "Apa nggak bosan, Pa…tiap Minggu rutin mengunjungi relasi ini itu. Kebutuhan rohaninya kapan?" tegurku.Biasanya Papa hanya mencubit pipiku sambil menyahut, "Iya deh, iya!" Pernah juga Mas Gagah mengajakku ke acara pernikahan temannya. Aku sempat bingung, soalnya pengantinnya nggak bersanding tetapi terpisah. Tempat acaranya juga begitu. Dipisah antara lelaki dan perempuan. Terus bersama souvenir, para tamu juga diberi risalah nikah. Di sana ada dalil-dalil mengapa walimah mereka dilaksanakan seperti itu. Dalam perjalanan pulang, baru Mas Gagah memberi tahu bagaimana hakikat acara pernikahan dalam Islam. Acara itu tidak boleh menjadi ajang kemaksiatan dan kemubaziran. Harus Islami dan semacamnya. Ia juga mewanti-wanti agar aku tidak mengulangi ulah mengintip tempat cowok dari tempat cewek. Aku nyengir kuda. Tampaknya Mas Gagah mulai senang pergi denganku, soalnya aku mulai bisa diatur. Pakai baju yang sopan, pakai rok panjang, ketawa nggak cekakaan. "Nyoba pakai jilbab. Git!" pinta Mas Gagah suatu ketika. "Lho, rambut Gita kan udah nggak trondol. Lagian belum mau deh jreng. Mas Gagah tersenyum. "Gita lebih anggun jika pakai jilbab dan lebih dicintai Allah kayak Mama." Memang sudah beberapa hari ini Mama berjilbab, gara-garanya dinasihati terus sama Mas Gagah, dibeliin buku-buku tentang wanita, juga dikomporin oleh teman-teman pengajian beliau. "Gita mau tapi nggak sekarang," kataku. Aku memikirkan bagaimana dengan seabreg aktivitasku, prospek masa depan dan semacamnya. "Itu bukan halangan." Ujar Mas Gagah seolah mengerti jalan pikiranku. Aku menggelengkan kepala. Heran, Mama yang wanita karier itu cepat sekali terpengaruh dengan Mas Gagah. "Ini hidayah, Gita." Kata Mama. Papa yang duduk di samping beliau senyum-senyum. "Hidayah? Perasaan Gita duluan yang dapat hidayah, baru Mama. Gita pakai rok aja udah hidayah. "Lho! " Mas Gagah bengong. Dengan penuh kebanggaan kutatap lekat wajah Mas Gagah. Gimana nggak bangga? Dalam acara studi tentang Islam yang diadakan FTUI untuk umum ini, Mas Gagah menjadi salah satu pembicaranya. Aku yang berada di antara ratusan peserta rasanya ingin berteriak, "Hei itu kan Mas Gagah-ku!" Mas Gagah tampil tenang. Gaya penyampaiannya bagus, materi yang dibawakannya menarik dan retorikanya luar biasa. Semua hening mendengar ia bicara. Aku juga. Mas Gagah fasih mengeluarkan ayat-ayat Quran dan hadits. Menjawab semua pertanyaan dengan baik dan tuntas. Aku sempat bingung, "Lho Mas Gagah kok bisa sih?" Bahkan materi yang disampaikannya jauh lebih bagus daripada yang dibawakan oleh kyai-kyai kondang atau ustadz tenar yang biasa kudengar. Pada kesempatan itu Mas Gagah berbicara tentang Muslimah masa kini dan tantangannya dalam era globalisasi. "Betapa Islam yang jelas-jelas mengangkat harkat dan martabat wanita, dituduh mengekang wanita hanya karena mensyariatkan jilbab. Jilbab sebagai busana takwa, sebagai identitas Muslimah, diragukan bahkan oleh para muslimah kita, oleh orang Islam itu sendiri, " kata Mas Gagah. Mas Gagah terus bicara. Kini tiap katanya kucatat di hati. Lusa ulang tahunku. Dan hari ini sepulang sekolah, aku mampir ke rumah Tika. Minta diajarkan cara memakai jilbab yang rapi. Tuh anak sempat histeris juga. Mbak Ana senang dan berulang kali mengucap hamdallah. Aku mau kasih kejutan kepada Mas Gagah. Mama bisa dikompakin. Nanti sore aku akan mengejutkan Mas Gagah. Aku akan datang ke kamarnya memakai jilbab putihku. Kemudian mengajaknya jalan-jalan untuk persiapkan tasyakuran ulang tahun ketujuh belasku. Kubayangkan ia akan terkejut gembira. Memelukku. Apalagi aku ingin Mas Gagah yang memberi ceramah pada acara syukuran yang insya Allah akan mengundang teman-teman dan anak-anak yatim piatu dekat rumah kami. "Mas ikhwan! Mas Gagah! Maasss! Assalaamualaikum! Kuketuk pintu Mas Gagah dengan riang. "Mas Gagah belum pulang. "kata Mama. "Yaaaaa, kemana sih, Ma??" keluhku. "Kan diundang ceramah di Bogor. Katanya langsung berangkat dari kampus…" "Jangan-jangan nginep, Ma. Biasanya malam Minggu kan suka nginep di rumah temannya, atau di Mesjid. " "Insya Allah nggak. Kan Mas Gagah ingat ada janji sama Gita hari ini." Hibur Mama menepis gelisahku. Kugaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Entah mengapa aku kangen sekali sama Mas Gagah. "Eh, jilbab Gita mencong-mencong tuh!" Mama tertawa. Tanganku sibuk merapikan jilbab yang kupakai. Tersenyum pada Mama. Sudah lepas Isya’ Mas Gagah belum pulang juga. "Mungkin dalam perjalanan. Bogor kan lumayan jauh.." hibur Mama lagi. Tetapi detik demi detik menit demi menit berlalu sampai jam sepuluh malam, Mas Gagah belum pulang juga. "Nginap barangkali, Ma." Duga Papa. Mama menggeleng. "Kalau mau nginap Gagah selalu bilang, Pa." Aku menghela napas panjang. Menguap. Ngantuk. Jilbab putih itu belum juga kulepaskan. Aku berharap Mas Gagah segera pulang dan melihatku memakainya. "Kriiiinggg!" telpon berdering. Papa mengangkat telpon,"Hallo. Ya betul. Apa? Gagah?" "Ada apa, Pa." Tanya Mama cemas. "Gagah…kecelakaan…Rumah Sakit Islam…" suara Papa lemah. "Mas Gagaaaaahhhh " Air mataku tumpah. Tubuhku lemas. Tak lama kami sudah dalam perjalanan menuju Cempaka Putih. Aku dan Mama menangis berangkulan. Jilbab kami basah. Dari luar kamar kaca, kulihat tubuh Mas Gagah terbaring lemah. Kaki, tangan dan kepalanya penuh perban. Informasi yang kudengar sebuah truk menghantam mobil yang dikendarai Mas Gagah. Dua teman Mas Gagah tewas seketika sedang Mas Gagah kritis. Dokter melarang kami masuk ke dalam ruangan. " Tetapi saya Gita adiknya, Dok! Mas Gagah pasti mau melihat saya pakai jilbab ini." Kataku emosi pada dokter dan suster di depanku. Mama dengan lebih tenang merangkulku. "Sabar sayang, sabar." Di pojok ruangan Papa dengan serius berbicara dengan dokter yang khusus menangani Mas Gagah. Wajah mereka suram. "Suster, Mas Gagah akan hidup terus kan, suster? Dokter? Ma?" tanyaku. "Papa, Mas Gagah bisa ceramah pada acara syukuran Gita kan?" Air mataku terus mengalir. Tapi tak ada yang menjawab pertanyaanku kecuali kebisuan dinding-dinding putih rumah sakit. Dan dari kaca kamar, tubuh yang biasanya gagah dan enerjik itu bahkan tak bergerak. "Mas Gagah, sembuh ya, Mas…Mas..Gagah, Gita udah menjadi adik Mas yang manis. Mas..Gagah…" bisikku. Tiga jam kemudian kami masih berada di rumah sakit. Sekitar ruang ICU kini telah sepi. Tinggal kami dan seorang bapak paruh baya yang menunggui anaknya yang juga dalam kondisi kritis. Aku berdoa dan terus berdoa. Ya Allah, selamatkan Mas Gagah…Gita, Mama, Papa butuh Mas Gagah…umat juga." Tak lama Dokter Joko yang menangani Mas Gagah menghampiri kami. "Ia sudah sadar dan memanggil nama Papa, Mama dan Gi.." "Gita…" suaraku serak menahan tangis. Pergunakan waktu yang ada untuk mendampinginya sesuai permintaannya. Sukar baginya untuk bertahan. Maafkan saya…lukanya terlalu parah." Perkataan terakhir dokter Joko mengguncang perasaan, menghempaskan harapanku!. "Mas…ini Gita Mas.." sapaku berbisik. Tubuh Mas Gagah bergerak sedikit. Bibirnya seolah ingin mengucapkan sesuatu.Kudekatkan wajahku kepadanya. "Gita sudah pakai jilbab, kataku lirih. Ujung jilbabku yang basah kusentuhkan pada tangannya." Tubuh Mas Gagah bergerak lagi. "Dzikir…Mas." Suaraku bergetar. Kupandang lekat-lekat tubuh Mas Gagah yang separuhnya memakai perban. Wajah itu begitu tenang. "Gi..ta…" Kudengar suara Mas Gagah! Ya Allah, pelan sekali. "Gita di sini, Mas…" Perlahan kelopak matanya terbuka. "Aku tersenyum."Gita…udah pakai…jilbab…" kutahan isakku. Memandangku lembut Mas Gagah tersenyum. Bibirnya seolah mengucapkan sesuatu seperti hamdallah. "Jangan ngomong apa-apa dulu, Mas…" ujarku pelan ketika kulihat ia berusaha lagi untuk mengatakan sesuatu. Mama dan Papa memberi isyarat untuk gantian. Ruang ICU memang tidak bisa dimasuki beramai-ramai. Dengan sedih aku keluar. Ya Allah…sesaat kulihat Mas Gagah tersenyum. Tulus sekali. Tak lama aku bisa menemui Mas Gagah lagi. Dokter mengatakan tampaknya Mas Gagah menginginkan kami semua berkumpul.Kian lama kurasakan tubuh Mas gagah semakin pucat, tetapi sebentar-sebentar masih tampak bergerak. Tampaknya ia masih bisa mendengar apa yang kami katakan, meski hanya bisa membalasnya dengan senyuman dan isyarat mata. Kuusap setitik lagi air mata yang jatuh. "Sebut nama Allah banyak-banyak…Mas," kataku sambil menggenggam tangannya. Aku sudah pasrah pada Allah. Aku sangat menginginkan Mas Gagah terus hidup, tetapi sebagai insan beriman sebagaimana yang juga diajarkan Mas Gagah, aku pasrah pada ketentuan Allah. Allah tentu tahu apa yang terbaik bagi Mas Gagah. "Laa…ilaaha…illa..llah…Muham…mad Ra..sul …Allah… suara Mas Gagah pelan, namun tak terlalu pelan untuk bisa kami dengar. Mas Gagah telah kembali kepada Allah. Tenang sekali. Seulas senyum menghiasi wajahnya. Aku memeluk tubuh yang terbujur kaku dan dingin itu kuat-kuat. Mama dan Papa juga. Isak kami bersahutan walau kami rela dia pergi. Selamat jalan Mas Gagah. Epilog:Kubaca berulang kali kartu ucapan Mas Gagah. Keharuan memenuhi rongga-rongga dadaku. Gamis dan jilbab hijau muda, manis sekali. Akh, ternyata Mas Gagah telah mempersiapkan kado untuk hari ulang tahunku. Aku tersenyum miris. Kupandangi kamar Mas Gagah yang kini lengang. Aku rindu panggilan dik manis, aku rindu suara nasyid. Rindu diskusi-diskusi di kamar ini. Rindu suara merdu Mas Gagah melantunkan kalam Illahi yang selamanya tiada kan kudengar lagi. Hanya wajah para mujahid di dinding kamar yang menatapku. Puisi-puisi sufistik yang seolah bergema d iruangan ini. Setitik air mataku jatuh lagi. "Mas, Gita akhwat bukan sih?""Ya, insya Allah akhwat!" "Yang bener?" "Iya, dik manis!" "Kalau ikhwan itu harus ada janggutnya, ya?!" "Kok nanya gitu sih?" "Lha, Mas Gagah kan ada janggutnya?" "Ganteng kan?" "Uuuuu! Eh, Mas, kita kudu jihad ya?" Jihad itu apa sih?" "Ya always dong, jihad itu…" Setetes, dua tetes air mataku kian menganak sungai. Kumatikan lampu. Kututup pintu kamarnya pelan-pelan. Selamat jalan Mas Ikhwan!Selamat jalan Mas Gagah! Buat ukhti manis Gita Ayu Pratiwi, Semoga memperoleh umur yang berkah, Dan jadilah muslimah sejati Agar Allah selalu besertamu. Sun sayang, Mas Ikhwan, eh Mas Gagah! |
Oleh: Reza "Eja'" Pahlevi
“Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka Itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Maka apabila mereka meminta izin kepadamu Karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah Telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS.An Nuur:62-62)
PENJELASAN UMUM SURAT AN-NUR AYAT 62-63
Secara garis besar surat An-nur 62-63 menjelaskan tentang tiga hal berikut, yaitu :
1. Adab meminta izin (Adab Al-Isti’dzan)
2. Kedisiplinan/komitmen (Al-Indibath)
3. Konsistensi (Al-Istiqomah)
Korelasi antara ketiga hal diatas adalah ketika kita menyadari bahwa Islam telah mengatur secara sempurna adab-adab untuk umatnya, maka akan timbul kesadaran yang mendalam. Secara lebih sederhana ketika kita telah mengetahui bahwa sub point adab meminta izin mendapat perhatian khusus dari Allah, sehingga hal tersebut menjadi indikasi bahwasanya meminta izin adalah suatu hal yang harus diperhatikan adabnya oleh tiap muslim, terlebih yang terposisikan dalam jama’ah. Adab meminta izin disetarakan dengan beriman kepada Allah dan Rasullnya. Setelah kita menyadari urgensinya maka konsukensi selanjutnya kita akan terbiasa dengan kondisi keteraturan yang secara langsung akan membawa kita ke alam kedisiplinan (Indibath). Maka seperti alur psikologi yang kita kenal melalui ilmu modern yang menyatakan sesuatu yang bermula kebiasaan maka pada puncaknya akan menjadi akhlak. Dan puncak komitmen kita dalam menjaga adab meminta izin adalah kemunculan sifat istiqomah dalam diri.
Indibath
Jika merujuk kepada Al-Qu’ran dan Hadist maka tidak ditemukan kata indibath di sana. Secara etimologi indhibath berasal dari kata dhobth yang berarti komitmen dengan sesuatu. Al-Laits mengartikan dhobth dengan komitmen (berpegang teguh) dengan sesuatu dan tidak memisahkannya. Dhobthusy-sya’i juga berarti menjaga sesuatu dengan kuat. Kemudian Ustadz Fathi Yakan memberikan definisi al-indhibath dengan komitmen kepada Islam dan hukum-hukumnya serta menjadikannya sebagai poros kehidupan, pijakan berfikir, dan sumber hukum dari setiap permasalahan.
Indibath dengan Islam disebutkan dalam beberapa ayat, seperti : "Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam" (Al-Imron : 102), Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’kub (Ibrahim berkata) : “Hai anak-anakku , sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk Agama Islam” (Al-Baqoroh : 132). Juga dalam firman-Nya : "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiaga (Ar-Ribath) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung" (Al-Imran : 200). Termasuk makna ribath adalah menunggu sholat berikutnya setelah menunaikan sholat. Ini berarti menunggu kewajiban setelah menunaikan kewajiban.
Macam-macam Indhibath
1. Al-Indhibath Al-‘Aam
a. Indhibath dengan berbagai kewajiban
b. Indhibath dengan jihad untuk mengembalikan Hukum Islam serta meninggikankalimat Allah
c. Indhibath dengan amal yang terorganisir dalam dakwah
d. Indhibath dengan berbagai ibadah serta konsisten dalam melakukannya.
e. Indhibath untuk menjadikan dirinya qudwah.
2. Al-Indhibath Al-Khosh
a. Indhibath dengan kewajiban-kewajiban sesama muslim
b. Indhibath dengan syuro’, adab-adab, tata cara, dan hasil-hasilnya
c. Indhibath dengan tanggung jawab dan amanah dakwah
d. Indhibath untuk menghadiri pertemuan-pertemuan tarbawiyah dan hal-hal yang ada di dalamnya. Ada sebuah ungkapan : Cari-cari alasanlah Anda untuk tetap tarbiyah dan jangan Anda mencari-cari alasan untuk meninggalkan tarbiyah.
e. Indhibath dengan kewajiban-kewajiban keuangan, seperti zakat, infak, dan shodaqoh.
Langkah-langkah untuk meningkatkan indhibath :
1. Meningkatkan pemahaman dan kepekaan terhadap Islam
2. Meningkatkan ketakwaan dan perasaan akan muroqobah-Nya
3. Membersihkan hati, rasulullah senantiasa berdoa : “Ya Allah anugerahkanlah jiwaku dengan ketakwaan dan bersihkanlah dia.”
Istiqomah
“Sesungguhnya Allah terheran-heran melihat pemuda yang komitmen (istiqomah) terhadap agamanya” (Al-Hadist)
Secara etimologi istiqomah berarti meminta tegak atau meminta lurus, sedangkan secara terminologi istiqomah berarti berusaha komimen untuk mengamalkan ilmu sesuai dengan pemahaman. Istiqomah terbagi dua, yaitu istiqomah terhadap syariat dan istiqomah dalam dakwah.
Istiqomah terhadap syariat meliputi hal-hal berikut :
1. Aqidah yang salimah (aqidah yang benar)
2. Ibadah yang shohihah (ibadah yang benar)
3. Akhlaqul karimah (akhlak yang baik)
4. Syumuyatul Islam (Kesempurnaan Islam) dan tawazun
Istiqomah dalam dakwah meliputi hal berikut :
1. Istiqomah dalam mu’ahadah (istiqomah terhadap janji)
2. Istiqomah dalam infaq
3. Istiqomah terhadap qororot
4. Istiqomah bidda’wah wal jihad (istiqomah dalam dakwah dan jihad)
Dalam literatur lain istiqomah diartikan sebagai kekokohan dalam dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah. Begitu pentingnya Istiqomah ini sampai Nabi Muhammad Saw berpesan kepada seseorang seperti dalam hadits berikut: Dari Abu Amr, -ada juga yang mengatakan- Abu ‘Amrah, Suufyan bin Abdillah Ats Tsaqofi radhiallahuanhu dia berkata, saya berkata : Wahai Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, katakan kepada saya tentang Islam sebuah perkataan yang tidak saya tanyakan kepada seorangpun selainmu. Beliau bersabda: Katakanlah: saya beriman kepada Allah, kemudian berpegang teguhlah. (Riwayat Muslim)
Orang yang istiqomah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada tantangan hidup, ibadah tidak ikut redup, kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halam, dicaci dipuji, sujud pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas, ia tidak tergoda melakukan kemaksiatan.Orang seperti itulah yang dipuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-qura’an surat fusilat ayat 30:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:”tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhakan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengetakan):”janganlah kamu merasa takut, dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah dengan syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.
Beberapa tips untuk istiqomah :
1. Senantiasa mengingat pahala istiqomah
2. Senantiasa membaca, mengingat dan mengenang orang-orang yang sukses dengan keistiqomahannya
3. Iktirom dengan jama’ah
Oleh: Reza Pahlevi A. Ta’riful ‘Inad Syekh Said Hawwa dalam sebuah bukunya yang berjudul Jundullah Tsaqafatan wa Akhlaqan menyatakan bahwa i’nad (pembangkangan) merupakan salah satu ciri dari orang-orang yang mendapatkan kemurkaan Allah Swt. Beliau (Syekh Said Hawwa) mengkategorikan i’nad sebagai sebuah penyimpangan. Dari Ibnu ‘Abbas Ra, bahwa Rasulullah bersabda: “Tiga orang yang paling dimurkai Allah ialah orang yang membangkang/menyeleweng untuk melakukan yang haram, orang yang mengikuti tradisi jahiliyah dalam Islam, dan orang yang membunuh seseorang dengan tidak benar.” (HR. Muslim) I’nad (pembangkangan) juga merupakan salah satu sifat dasar dari setan la’natullah. Setan (Syaithan) berasal dari kata kerja syathana yang mengandung arti menyalahi, menjauhi. Setan artinya pembangkang pendurhaka. Secara istilah, setan adalah makhluk durhaka yang perbuatannya selalu menyesatkan dan menghalangi dari jalan kebenaran (al-haq). Makhluk durhaka seperti ini bisa dari bangsa jin dan manusia Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia. Dari (golongan) jin dan manusia. (QS.An Naas:1-6) Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS.Al An’am:112) B. Sikap ‘Inad pada masa Rasul Pembangkangan pernah terjadi di masa Rasulullah dan para sahabat, salah satunya terjadi pada saat berkecamuknya perang uhud, Dimana ketika itu Rasulullah memerintahkan pasukan pemanah yang ditempatkan di gunung uhud untuk tetap berjaga guna melindungi pasukan muslim dari kemungkinan serangan dari belakang hingga ada perintah dari Rasulullah. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, ketika pasukan muslim telah memukul mundur pasukan musyrikin yang meninggalkan banyak ghonimah (harta rampasan perang), sebagian pasukan pemanah meninggalkan posnya untuk ikut memungut dan mengumpukan harta rampasan perang tersebut. Hal inilah yang menjadi titik tolak kekalahan pasukan muslim. Peristiwa ini meninggalkan begitu banyak hikmah bagi kaum muslim, diantaranya: Peringatan kepada kaum mukminin dari kejelekan yang ditimbulkan akibat bermaksiat, dan Jeleknya akibat membangkang perintah Rasulullah Saw. Sepeninggal Rasulullah Saw, terjadi banyak gejolak di dalam tubuh umat Muslim. Penyebabnya secara umum adalah pembangkangan sekelompok orang terhadap kepemimpinan Khalifaur rasyidin. Beberapa peristiwa tersebut antara lain: 1. Pembangkangan sebagian dari kaum Muslimin menolak membayar zakat pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Khalifah pun menyatakan perang terhadap mereka. Sebagai pembenaran beliau mengutip sebuah ayat Alquran, "Di mana saja kamu jumpai mereka, maka tangkaplah mereka ...dan jika mereka bertobat dan mendirikan shalat serta mengeluarkan zakat, maka berilah kebebasan mereka untuk berjalan." (QS At-Taubah: 5). 2. Pembangkangan sekelompok masyarakat Mesir yang memberontak kepada Khalifah Utsman bin Affan. Hal ini dilatar belakangi oleh hasutan seorang Yahudi asal Yaman yang bernama Abdullah bin Saba' 3. Pembangkangan kaum khawarij di masa kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib, hal ini menyebabkan terpecahnya barisan umat muslim. C. Sikap ‘Inad salah satu sifat syaithan Dalam Al Qur’an, setan adalah sebutan umum bagi makhluk-makhluk yang tak kenal lelah bekerja siang dan malam, untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah, memperdayai manusia dengan janji kosong agar manusia menjalani hidup abadi di neraka, dan akan terus berusaha sampai Hari Akhir. Leluhur dan setan yang terbesar dari semua setan adalah Iblis, yang memberontak kepada Allah ketika Adam diciptakan. Allah menciptakan Adam dan menghendaki para malaikat bersujud di depannya. Sementara para malaikat mematuhi perintah Allah, sesosok makhluk bernama Iblis tidak bersujud dan menyatakan bahwa dia lebih baik daripada Adam. Karena pembangkangan yang sombong ini, dia diusir dari hadapan Allah. Dalam Al Qur’an, Allah berfirman tentang pembangkangan setan terhadap-Nya, dan pengusiran setan dari hadapan-Nya: Sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, "Bersujudlah kamu kepada Adam." Maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman, "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis, "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah." Allah berfirman, "Turunlah kamu dari surga itu; Karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, Maka keluarlah, Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina." (QS. Al-A’raaf: 11-13) Dalam menggoda manusia, setan dari bangsa jin itu masuk ke dalam diri manusia, membisikkan sesuatu yang jahat dan membangkitkan nafsu yang rendah (syahwat). Selain menggoda dari dalam diri manusia, setan juga menjadikan wanita, harta, tahta, pangkat dan kesenangan duniawi lain sebagai umpan (perangkapnya, Dihiasinya Kesenangan duniawi itu dihiasinya sedemikian menarik hingga manusia tergoda, terlena, tertutup mata hatinya, lalu memandang semua yang haram jadi halal. Akhirnya manusia terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan/kemungkaran. Maka manusia yang telah mengikuti ajakan setan, menjadi hamba setan, dalam al-Quran juga disebut setan dan golongan mereka juga disebut golongan setan (hizbusy-syaithan). D. Dampak ‘Inad terhadap soliditas tim I’nad (pembangkangan) sangat berdampak buruk pada soliditas tim. Hal ini dapat kita lihat dari perjalanan sejarah umat islam, dimana umat islam terpecah belah akibat pembangkangan sekelompok orang yang merupakan bagian dari umat Islam. Fitnah Syiah dan Khawarij menjadi contoh nyata betapa pembangkangan menjadi pemicu perpecahan dalam umat. Dalam konteks tim yang lebih kecil, pembangkangan akan menimbulkan ketidak kompakan antar sesama personil tim dan dapat memicu timbulnya friksi-friksi serta faksi-faksi dalam tim. E. Masalah saat sekarang I. ‘Inad kepada Allah SWT. Perbuatan maksiat hakikatnya merupakan pembangkangan terhadap Allah Swt. Hal ini dikarenakan Allah Swt telah jelas melarang hamba-Nya untuk melakukan kemaksiatan. “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS.An Nuur:63) “Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras.” (QS.Al Buruj:12) “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (QS.Huud:102) Dari Abu HurairohRa. Dari Nabi Saw, Beliau bersabda: “Sungguh, Allah Ta’ala mempunyai sikap cemburu, cemburu jika sesorang mengerjakan apa yang diharamkan-Nya” (HR. Bukhari & Muslim) II. ‘Inad kepada Rasul-Nya I’nad (membangkang) kepada Rasulullah berimplikasi pada ketaatan kepada Allah Swt. Membangkang kepada Rasulullah Saw dapat juga diartikan membangkang pada Allah Swt. Adapun hal-hal yang dapat dikategorikan pembangkangan terhadap Rasululah Saw, antara lain: a. Tidak mengimani, mencintai, membela, dan menghidupkan sunnahnya b. Mengingkari apa yang dikabarkannya (Risalah Rasullah Saw) c. Melanggar semua yang diperintahkannya dan tidak menjauhi apa yang dilarangnya. d. Beribadah tidak sesuai apa yang dicontohkannya III. ‘Inad kepada Pemimpin Barangsiapa yang melawan/membangkang terhadap pemimpin kaum Muslimin, sementara kaum Muslimin telah sepakat untuk mengangkatnya atau menjadi pemimpin dengan kekuatannya, maka ia telah keluar dari apa yang diperintahkan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi kalian dalam keadaan perkara kalian berada dalam satu pemimpin lalu ia hendak mematahkan tongkat (persatuan kalian) atau memecah-belah jama’ah kalian maka bunuhlah ia.” (HR. Muslim) Hal ini berarti rakyat wajib membela pemerintah dalam kebenaran, meskipun mereka tidak menunaikan hak-hak rakyatnya. Karena hal ini mengokohkan kaum muslimin. Terlebih lagi bila ada sekelompok pembangkang yang ingin memeberontak atau keluar dari ketaatannya. Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang telah membaiat seorang imam lalu memberikan hasil tangan (kesetiaan) dan buah hatinya, maka memberilah jika mampu. Jika ada orang lain datang menentangnya, maka bunuhlah yang kedua tersebut.” (HR. Muslim) Ibnu Khaldun berpendapat (tentang pembangkangan) bahwa hal itu tidak akan bermanfaat bagi kaum Muslimin. Yaitu mereka yang melakukan revolusioner untuk mengubah sistem pemerintahan. Banyak kaum muslimin yang menjadi terpecah belah dan menjadi korban (wafat). Hasan Al Bashri berkata, “Sekiranya manusia dapat bersabar atas zhalimnya penguasa maka Allah akan mengangkat derita atas mereka. Akan tetapi mereka lebih memilih pedang yang berbicara. Demi Allah, mereka tidak akan membawa kebaikan walau seharipun.” MARAJI’ · Imam Nawawi “Riyadhus Shalihin” · Muhammad Al Ghazali “Fiqh Sirah “ · Said Hawwa “Jundullah Tsaqafatan wa Akhlaqan” · http://www.eramuslim.com/ · http://www.swaramuslim.net/ |